Oleh : Abina KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Di antara hal yang seyogyanya dimengerti oleh seorang muslim yang terbina adalah hendaknya ia betul-betul memahami ke Esa an Allah Swt dalam dzat dan sifatNya, juga pekerjaan-pekerjaanNya. Maknanya bahwa seluruh pekerjaan adalah atas kehendak Allah Swt karena sesungguhnya pencetus, pencipta dan yang melakukan pekerjaan tersebut hanyalah Allah sendiri tanpa ada sekutu tanpa ada pembantu.
Sementara kehendak para hamba adalah sebab adanya ikhtiyar yang diletakkan oleh Allah swt pada mereka dalam sebuah lingkaran kecil yang berada dalam (lingkup) lingkaran besar kehendak Allah Swt sebagaimana Allah Swt berfirman: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.“(QS at Takwir:29)
Jadi mereka memiliki pekerjaan-pekerjaan atas dasar pilihan seperti halnya mereka memiliki pekerjaan-pekerjaan yang mesti mereka lakukan secara terpaksa, sebagaimana spontan bisa (dimengerti) perbedaan turun dengan sengaja atau gerakan jatuh tanpa sengaja, dan sebagaimana firman Allah Swt; “Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan“(QS al Ahqaf:14)
(Oleh karena) ikhitiyar (inilah) mereka lalu mendapatkan pahala jika pekerjaan itu berupa ketaatan dan mereka mendapatkan siksa (dosa) jika pekerjaan itu berupa kemaksiatan. Pekerjaan yang baik adalah dengan ridla Allah dan adapun yang buruk maka bukan dengan ridlaNya karena Allah Swt berfirman: “Dia tidak meridlai kekafiran bagi hamba-Nya“(QS az Zumar:7)
Dengan pemahaman seperti ini lalu bagaimana akal bisa menerima bahwa Sang Pencipta Pengatur segalanya, Penguasa dan Pemilik mutlak, ada seseorang yang bisa menghalangiNya dalam mengatur kekuasaanNya sesuai kehendakNya? Itu tidak mungkin bagi Allah Swt. Akan tetapi seluruhnya adalah atas kehendak dan pilihanNya, apapun kehendakNya sebagaimana Dia berfirman: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)“(QS al Qashash:68) dan ini adalah termasuk sifat jaiz bagiNya. Dia mungkin menciptakan dan memilih dari makhlukNya sesuai kehendakNya, dan tak ada apapun yang wajib atasNya karena sesungguhnya Dialah Pengatur secara mutlak. Tak ada siapapun yang mempunyai pilihan bersamaNya karena segala urusan ada di tanganNya; baik dan buruknya. Dia lah yang memberi dan menahan, Dia memuliakan dan menghinakan, Dia memberi manfaat dan mendatangkan bahaya, Dia mengampuni dan memberi siksa, Dia memberi pahala dan dosa… dan seterusnya. Oleh karena itulah Allah Swt berfirman: “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. “(Qs al Anbiya’:23)
Dikatakan:
Allah tidak ditanya tentang pekerjaan-pekerjaanNya, selamanya
Dia Maha Bijaksana dengan tidak memberi dan memberi
Dia mengistimewakan suatu kaum dengan anugerahNya lalu mengasihi mereka
Dan kebalikan dari itu semua tidaklah samar bagi orang yang melihatnya
Sehingga dikatakan: “Hendaknya kepercayaanmu kepada Allah lebih kuat daripada apa yang berada di tanganmu” karena sesungguhnya setiap satu pekerjaan dari pekerjaan-pekerjaan Allah adalah berjalan di atas hikmah (kebijaksanaan), keadilan dan kebenaran. Di tanganNya lah berada seluruh kebaikan karena sesungguhnya di antara sifat kamaal (kesempurnaan) Allah adalah kesempurnaan sifat jamaal (keindahan)Nya dan sifat jalaal (keagungan)Nya sehingga mereka mengatakan: “Berbudi pekertilah dengan sifat jamaal Allah, bergantunglah dengan sifat jalaal Nya dan berusaha melaksanakan sifat kamaalNya” agar seseorang bisa betul-betul memiliki kepercayaan yang sempurna kepada Allah dalam segala kondisi demi melaksanakan firman Allah Swt:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. “(QS al Baqarah:155-157)
“Katakanlah: “Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?”(QS an Naml:59)
Dan mengapa surat alfatihah dimulai dengan hamdalah sehingga surat ini juga dinamakan surat alhamdu lillaahi rabbil aalamiin?
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”(QS at Taubah:51)
“Kemudian bila kamu tidak menyukai (ada sesuatu pada) mereka, (maka bersabarlah) karena sangat mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak“(QS An Nisa’:19)
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS Yunus:107)
Dalam nazham Aqidatul Awam dikatakan:
“dan boleh bagi Allah dengan karuniaNya dan keadilanNya meninggalkan segala hal yang mungkin terjadi atau melakukannya
Berangkat dari sinilah kewajiban untuk mengerti tentang keimanan kepada qadla dan qadar, baik dan buruknya adalah dari Allah Swt sehingga seorang muslim yang terbina jika tertimpa musibah atau mengalami kejadian apapun bisa selalu sabar, bertawakkal, berusaha ridla akan takdirNya dan memohon kelembutan dengan berdoa serta fokus mendekatkan diri kepadaNya. Tentang hal tersebut Rasulullah Saw bersabda:
“Aku heran dengan qadla Allah kepada seorang mukmin; jika ia mendapat kebaikan maka memuji Tuhannya dan bersyukur, dan jika terkena musibah maka memuji Tuhannya dan bersabar. Seorang mukmin mendapat pahala dalam segala sesuatu”(HR Ahmad)
“Seorang hamba tidak beriman (sempurna) sampai ia beriman kepada takdir baik dan buruknya adalah dari Allah, dan sampai ia mengerti bahwa hal yang akan mengenainya tak akan pernah luput darinya, dan hal yang luput darinya tak akan pernah mengenainya”(HR Turmudzi)
“Tidak bisa menolak qadla’ kecuali do’a”(HR Turmudzi-Hakim)
Jangan mengatakan; “Andaikan aku melakukan ini tentu akan seperti ini” tetapi ucapkanlah: “Allah telah menentukan, apa yang Dia kehendaki maka Dia pasti melakukannya” karena sesungguhnya kata “andai/Lau) membuka (memberi kesempatan) perbuatan setan”(HR Muslim)
Apalagi jika muslim yang terbina memahami petunjuk Rasulullah Saw dalam do’a beliau;
“Ya Allah hanya kepadaMu aku berserah diri, hanya kepadaMu aku percaya, hanya kepadaMu aku berpasrah, hanya kepadaMu aku kembali, hanya denganMu aku berseteru (dengan musuh Allah)”(HR Muslim dari Ibnu Abbas ra. No:1502 dalam al jami’ as shaghir)
Dari lima hal pokok bisa memahami ke-Esa-an Allah Swt adalah sebagaimana berikut ini:
Berserah diri sepenuhnya kepada Allah Swt sebagaimana Allah Swt berfirman: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan…“(QS an Nisa’:125)
Berserah diri sepenuhnya adalah bahasa kiasan dari ketaatan yang sempurna dan pengakuan akan realitas penghambaan dengan menjadikan hati murni untuk Allah, menyerahkan segala urusan kepadaNya dan tak mengenal tuhan selainNya diserta terus berusaha memperbaiki amal.
Beriman kepada Allah Swt dengan kepercayaan yang sempurna kepadaNya dalam segala kondisi
Bertawakkal kepadaNya setelah berusaha berdasarkan hadits:
(Seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, saya mengikatnya dan bertawakkal? Atau saya melepasnya dan bertawakkal? Beliau Saw bersabda: “Ikatlah dan bertawakkal lah!”(HR Turmudzi no:2517)
Kembali kepadaNya, yaitu fokus menghadap kepadaNya dengan penuh semangat
Mempersiapkan diri untuk berseteru dengan musuh Allah dengan (bantuan) kekuatan dari Allah Swt.
وَاللهُ يَتَوَلَّي الْجَمِيْعَ بِرِعَايَتِه
Kalam Hikmah
“kehendak para hamba adalah sebab adanya ikhtiyar yang diletakkan oleh Allah swt pada mereka dalam sebuah lingkaran kecil yang berada dalam (lingkup) lingkaran besar kehendak Allah Swt”
“Hendaknya kepercayaanmu kepada Allah lebih kuat daripada apa yang berada di tanganmu”
“Berbudi pekertilah dengan sifat jamaal Allah, bergantunglah dengan sifat jalaal Nya dan berusaha melaksanakan sifat kamaalNya”
“Aku heran dengan qadla Allah kepada seorang mukmin; jika ia mendapat kebaikan maka memuji Tuhannya dan bersyukur, dan jika terkena musibah maka memuji Tuhannya dan bersabar. Seorang mukmin mendapat pahala dalam segala sesuatu”
(HR Ahmad)
“Seorang hamba tidak beriman (sempurna) sampai ia beriman kepada takdir baik dan buruknya adalah dari Allah, dan sampai ia mengerti bahwa hal yang akan mengenainya tak akan pernah luput darinya, dan hal yang luput darinya tak akan pernah mengenainya”
(HR Turmudzi)
“Andaikan aku melakukan ini tentu akan seperti ini” tetapi ucapkanlah: “Allah telah menentukan, apa yang Dia kehendaki maka Dia pasti melakukannya” karena sesungguhnya kata “andai/Lau) membuka (memberi kesempatan) perbuatan setan”
(HR Muslim)
Seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, saya mengikatnya dan bertawakkal? Atau saya melepasnya dan bertawakkal? Beliau Saw bersabda: “Ikatlah dan bertawakkal lah!”
(HR Turmudzi no:2517)
Kembali kepadaNya, yaitu fokus menghadap kepadaNya dengan penuh semangat.
Mempersiapkan diri untuk berseteru dengan musuh Allah dengan (bantuan) kekuatan dari Allah Swt.
Follow Us :